Oleh: Ade *)
Dalam sejarah Islam, dakwah tauhid selalu mendapatkan cobaan yang tiada hentinya. Inilah sunnatullah yang berlaku di dunia ini dimana konfrontasi antara yang hak dan batil selalu terjadi tidak terkecuali pada zaman Rosulullah saw.
masih hidup bahkan beliau saw. dan para sahabat-sahabatnya pernah mendapatkan tekanan yang tidak terkira dari kaum musyrikin quroisy. Namun akhirnya kebenaran tetap menang sementara kebatilan akan musnah bagaimanapun kuatnya, karena Allah Swt. tidak membiarkan umat manusia hidup dalam kegelapan dan kesesatan. Demikian ini bisa dilihat dalam peristiwa fathul-Makkah dimana tanah suci ini kembali dalam pangkuan Islam.
Seiring dengan telah menyebar ajaran Islam ke seluruh pelosok dunia, berita sakitnya Nabi Muhammad saw. yang semakin parah setelah peristiwa Haji Wada’, musuh-musuh Islam termasuk syetan dan iblis kembali menyebarkan kebatilan-kebatilanya kepada mereka kaum muslimin yang masih lemah imannya, diantara yang telah terbujuk adalah seorang pembesar Yaman yang mengaku Nabi, dialah Aswad al-Ansy dimana pengikut dan pengaruhnya cukup banyak serta kuat.
Aswad al-Ansy sebelum kemurtadnya adalah seorang yang gagah dan perkasa, namun berhati kotor serta penyebar kemungkaran. Dia juga pandai dalam hal perdukunan bahkan mendalaminya. Selain itu otaknya yang encer sejalan dengan keliahainya bersilat lidah dan memutar balikkan fakta menjadikannya berpengaruh di lingkungan kabilahnya, maka tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi pengikut setianya. Agar tampak lebih berwibawa, dia selalu mengenakan tabir hitam penutup muka.
Ibarat “ranting kering terbakar api”, pengaruhnya terus menyebar dengan cepat ke berbagai daerah dan kabilah. Terutama kabilanya Madzhaj yang saat itu merupakan kabilah besar dan kuat serta memiliki wilayah yang luas di Yaman. Untuk lebih menancapkan pengaruh pada para pengikutnya, Aswad al-Ansy tidak segan-segan berdusta bahkan dia gunakan seribu macam cara. Dia mengaku telah datang malaikat padanya memberikan wahyu bahwa dirinya adalah Rosul. Dia sebar mata-mata untuk mengetahui kondisi pengikut dan masyarakatnya, kemudian menghempaskan angin teror yang menakutkan, diwaktu yang sama dia membuka diri untuk membantu layaknya seorang raja yang dapat mengayomi para rakyatnya dari serangan musuh. sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuasaanya telah menyebar dan meluas ke daerah antara Hadhramaut dan Thaif, juga daerah antara Aden dan Bahrain.
Segera setelah itu, Aswad al-Ansy mencari para penentang dakwahnya dan para pembangkang yang tidak mau mengakuinya sebagai nabi, serta istiqomah dalam menjalankan agama Islam, berani berkata kebenaran dan lantang menentang kebatilan. Diantaranya adalah Abu Muslim al-Khowlany yang memiliki nama asli Abdullah bin Tsuwab.
Abu Muslim al-Khowlany adalah seorang tabi’I halnya seperti Uways al-Qorny, dia sejaman dengan Rosullah namun belum sempat berjumpa dengannya saw. Abu Muslim adalah seorang yang memiliki keimanan tinggi, menjunjung ajaran Rosulullah saw, zuhud, memiliki jiwa yang bersih dari kotoran-kotoran dosa, keras dan tegas dalam memperjuangkan kebenaran apapun resikonya dan jika dia berdoa akan terkabul.
Akhirnya dihadpakanlah Abu Muslim pada Aswad al-Ansy, ketika itu telah disiapkan kayu bakar yang telah ditumpuk tinggi menjulang di hadapan para pengikutnya yang telah membanjiri arena luas disalah satu tanah lapang yang berada di Sana’a agar dijadikan pelajaran bagi penentangnya, bahwa akibat pembangkangan adalah dibakar hidup-hidup. Maka berkatalah sang nabi palsu ini dengan penuh kesom an: “apakah kau mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah?”, dengan tegar dan tenang Abu Muslim menjawab:” Benar Muhammad saw. Adalah hamba-Nya dan Rosulullah, dia adalah bapaknya para rosul serta penutup para nab”i. Mendengar jawabannya yang pasti, Aswad mengernyitkan dahinya sembari berkata: “apakah juga mengakui bahwa aku juga utusan Allah?”. Dengan santai dijawabnya: “maaf, telinga saya tersumbat sesuatu sehingga tidak dapat mendengar apa yang kau katakan”.
Bagai disambar petir Aswad al-Ansy mendapat jawaban yang tidak disangka-sangka, dengan mata merah dan muka yang padam dia mengancam akan melemparkannya ke dalam tumpukan kayu bakar itu dan memangganya hidup-hidup, namun tanpa rasa gentar sedikitpun dijawabnya ancaman itu: “saya berlindung dengan api ini dari api yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan diatasnya ada malaikat penjaga yang ganas”. Bertambah panaslah hatinya, meski demikian Aswad al-Ansy masih memberinya kesempatan serta mengulang pertanyaan-pertaanya terdahulu, sayang jawabannya tidak berubah sehingga diputuskanlah untuk membakar hidup-hidup Abu Muslim al-Khowlany.
Tetapi tiba-tiba salah seorang pembesarnya yang paling senior menasihatinya agar membiarkannya hidup, ajudannya berkata jika orang yang berilmu tinggi, bertaqwa, berjiwa bersih dan terkabul doanya ini dibakar, maka apa-apa yang telah diusahakannya selama ini dalam mencari pengikut dan kekuasaan akan runtuh seketika. Maka dibatalkannyalah pembakaran tersebut. Demikianlah pertolongan Allah datang menyelamatkan hamba-hambanya yang sholeh dari makar-makar musuh Allah. (dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Abu Muslim dibakar, namun sebagaimana yang terjadi pada nabi Ibrahim, api yang membakarnya itu menjadi dingin dan tidak membahayakan kulitnya sedikitpun).
Sumber: “Suar minhayati tabi’in”.
*)Alumni PPMI Assalaam Solo, Pelajar tingkat 2 Fak. Syariah UnIv. Al-Ahgaff, Tarim, Hadramaut.
** Pernah dimuat di Majalah Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Yaman (HIPMI-Yaman)
“An Nadwa” Edisi-X /Februari-Juli 07